Showing posts with label Catatan Pinggir. Show all posts
Showing posts with label Catatan Pinggir. Show all posts

The Next Exam

Senin, 18 Mei 2009 : al-Qur’an Tahriri

Kamis, 21 Mei 2009 : Manahij Mufassirin

Sabtu, 23 Mei 2009 : Psikologi

Senin, 25 Mei 2009 : Filsafat Islam

Kamis, 28 Mei 2009 : Khitobah

Senin, 1 Juni 2009 : Filsafat Yunani

Kamis, 4 Juni 2009 : Tayyarat Fikriyah

Sabtu, 6 Juni 2009 : Firaq Islamiyyah

Senin, 8 Juni 2009 : Qadhaya Mu’ashirah

Kamis, 11 Juni 2009 : Tasawuf Islam

Senin, 15 Juni 2009 : Manahij Muhadditsin

Kamis, 18 Juni 2009 : Tauhid

Selengkapnya...

Pemuda dan Pendidikan


Pentingnya pendidikan bagi tiap individu tidak perlu lagi diragukan. Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad Saw. secara implisit berbicara tentang hal ini. "Iqra" (wahyu pertama tersebut) yang berarti "bacalah"; menjelaskan bahwa tiap individu secara fitrah membutuhkan sesuatu yang bisa membuat hidupnya lebih berarti. Hal ini tak lain didapat dengan membaca. Membaca adalah pangkal dari semua ilmu. Ilmu adalah bagian dari pendidikan. Mengingat pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan pada zaman globalisasi ini, maka tiap individu harus selalu berusaha untuk mengisi hidupnya dengan ilmu pengetahuan. Karena berangkat dari situlah peradaban suatu bangsa ditulis.




Kedudukan seorang yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan di hadapan Tuhan dan di mata masyarakat sangat berbeda dan tidak sama. Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. sangat memperhatikan masalah ini. Hal ini tercermin dari banyaknya ayat al-Qur’an yang berbicara tentang urgensi pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam kehidupan. Termasuk hadits Nabi Saw.—tentang pendidikan maupun ilmu pengetahuan—yang seringkali dijadikan sebagai dalil oleh para ulama dalam ceramah-ceramahnya di setiap acara yang bersifat masif.

Berkaitan dengan pendidikan, pemuda memegang peran penting di dalamnya. Ini disebabkan karena dialah pemegang tongkat estafet perjuangan suatu bangsa. Pendidikan dan pertumbuhan seorang pemuda sangatlah tergantung oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah keluarga—dalam hal ini adalah orang tua—, teman dan juga lingkungan di mana ia hidup. Ketiga faktor tersebut sangat bergantung antara satu dengan yang lain dan tidak bisa dipisahkan. Orang tua harus mendidik anaknya dengan memberikan pendidikan yang baik; yaitu pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama yang ia anut.

Ia juga harus berteman dengan teman yang baik pula. Dalam artian agar ia tidak terpengaruh dan terbawa oleh teman-teman yang nakal. Lingkungan di mana ia hidup, seharusnya kondusif untuk perkembangan mental dan fisik. Yakni lingkungan yang baik dan terisolasi dari berbagai bentuk kebobrokan mental. Jikalau ketiga faktor tadi sudah memenuhi kewajiban masing-masing, maka kelak anak yang dididik tadi akan menjadi seorang pemuda yang memberikan kontribusi baik bagi keluarga, masyarakat, agama dan bangsanya. Pada akhirnya, terciptalah suatu peradaban indah yang menghiasi bangsanya.

Namun, jikalau para pemuda sudah tidak lagi berpendidikan dan bermoral baik, maka pada akhirnya bukan peradaban indah yang ia ciptakan tetapi kemunduran, keterbelakangan dan kehancuran mental. Kita harus mewaspadai agar hal ini tidak terjadi di Indonesia dengan cara mendidik anak-anak kita sedari kecil dengan memperhatikan tiga faktor yang tadi disebutkan.
Permasalahan pendidikan sudah tak asing lagi bagi kita. Sudah ribuan bahkan jutaan kali kita membicarakan hal ini. Entah dari sisi urgensi, hukum ataupun sejarah. Hal ini takkan pernah usang dimakan zaman. Karena memang selalu saja ada hal baru yang harus dibicarakan mengenai pendidikan. Namun, berapa orang yang peduli dan sudah mengaplikasikannya dalam kehidupan? Apakah kita termasuk orang-orang yang mencintai dan peduli dengan pendidikan? Wallahu A’lam bis Shawab.[]
 


Selengkapnya...

Wajah Baru Informatika Semakin 'Bergaya'


Salah satu buletin besar dan mempunyai 'nama' di kalangan Masisir yaitu Informatika, kini telah berganti wajah dan tampilan. Dari yang dulunya hanya difotokopi kini dicetak, dan kini wajah Informatika tampak elegan dibanding sebelumnya. Cover depan dan belakang tampil berwarna, dan ukuran kertas juga lebih besar dari sebelumnya yang hanya memakai kertas ukuran A4.

Perubahan ini tentu saja melewati jalan panjang nan terjal, karena memang ada dari kalangan senior Informatika yang 'anti' perubahan menolaknya dengan alasan menjaga 'tradisi' Informatika yang sudah terlanjur 'membumi' di Masisir. Dari kalangan pro perubahanpun memiliki alasan sendiri, mereka berdalih dengan "al-Muhafadzah 'ala al-Qadim al-Shalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Aslah." Kalau diterjemahkan secara bebas kira-kira artinya seperti ini "Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil langkah-langkah inovasi yang lebih baik." Kedua kubu pro
dan kontra ini bersikeras untuk menggolkan alasan masing-masing, namun secara umum keduanya menginginkan Informatika lebih baik dari sebelumnya. Akhirnya, diputuskan bahwa Informatika layak untuk berubah agar lebih cerah.

Wajah baru inipun akhirnya terbit pada edisi sayonara Informatika tanggal 5 April yang lalu, dan akan menjadi wajah Informatika untuk edisi selanjutnya. Tampilan ini banyak menuai pujian dan sanjungan yang dialamatkan kepada kru buletin, walaupun ada juga kalangan yang mencercanya. Perubahan ini hanya dititik beratkan pada perwajahan dan desain artistik buletin, isi dan rubrik tidak banyak berubah, hanya ada beberapa penambahan rubrik yaitu rubrik Gerbang dan Language Corner. Para layouter dan illustrator Informatika patut diacungkan jempol, pasalnya mereka harus kerja ekstra untuk menghasilkan wajah baru ini. Mereka bisa menghasilkan perwajahan ini memakan waktu tidak kurang dari dua bulan, semenjak diputuskannya buletin ini untuk berubah yaitu pada bulan Februari hingga akhir bulan Maret.

Terlepas dari itu semua, semoga wajah baru Informatika semakin membuat seluruh kru lebih semangat dalam menyajikan berita untuk Masisir dan tidak hanya tampil 'bergaya'. Dan semoga para pembaca setia Informatika tidak hanya dimanjakan dengan wajah baru saja, tetapi juga dengan berita yang disajikannya.

Bravo untuk Informatika!

230408


Selengkapnya...

Tersenyumlah!


Dalam kehidupannya, manusia selalu dihadapi berbagai macam masalah yang takkan pernah ada titik akhirnya. Berbagai macam masalah datang silih berganti. Satu masalah selesai, maka akan datang kepadanya masalah yang baru. Ada masalah yang mudah dipecahkan dan ada pula masalah yang sulit dipecahkan. Keluh kesah selalu menghinggapi perasaan, pusing bahkan stres pasti dirasakan. Tak ayal merekapun banyak yang mengambil jalan pintas untuk sebuah penyelesaian yang tak jelas. Sehingga pada akhirnya, mengakhiri hidup adalah solusi dan jalan terakhir yang dianggap pas.

Manusia seharusnya sadar, betapa ia adalah makhluk tuhan yang diberikan akal pikiran yang semestinya digunakan untuk memecahkan semua permasalahan yang ia rasakan. Bukannya malah menghindar dari kenyataan. Tuhan sendiri tidak akan meninggalkan hamba-hambaNya dalam keadaan mengenaskan dan tertekan. Ia pasti akan mencerahkan semua akal pikiran jika manusia menggunakannya dengan kejernihan hati. Semuanya pasti akan kembali ke diri masing-masing.

Satu fakta yang terjadi dapat kita temui di negeri kita sendiri, Indonesia. Dimana seorang pedagang gorengan harus mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Dalam hukum kausalitas (sebab-akibat), setiap ada akibat, pasti ada sebab. Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh pedagang gorengan tadi adalah sebuah akibat yang pastinya ada sebab. Lalu apa yang menyebabkannya? Adalah kenaikan harga kedelai yang melambung tinggi saat itu. Lalu mengapa si pedagang tadi memilih jalan pintas seperti yang telah disebutkan di atas? Tak lain karena ia tidak menggunakan akal pikirannya untuk menelurkan sebuah solusi tepat untuk menyelesaikannya. Atau bahkan ia menggunakannya tetapi tidak dengan kejernihan hati. Hatinya mungkin telah terkontaminasi dengan pikiran-pikiran kotor, sehingga pada akhirnya ia malah memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Hal ini akan terus terjadi jika manusia tidak lagi berpikir jernih. Sungguh naif, seorang manusia harus bunuh diri hanya karena harga kedelai yang melambung tinggi. Namun, jika kita melihat kejadian di atas dari segi psikologis, mungkin kita akan mendapatkan penyebab yang lain. Mungkin saja ia dalam keadaan tertekan pada saat itu karena tidak mampu untuk membeli bahan pokok yang menjadi sumber kehidupannya. Semestinya ini bisa diatasi apabila orang-orang yang ada di sekitarnya bisa mendekati dengan terapi psikologis.

Islam datang dengan membawa solusi tepat. Ia membawa ajaran-ajarannya yang komprehensif, yang menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Ini sudah tidak dapat dipungkiri lagi, karena ini telah terbukti selama lebih dari jutaan tahun yang lalu. Islam datang dengan satu misi yaitu rahmatan lil 'alamin, misi simple yang mampu membawa jutaan manusia ke dunia mereka yang lebih tertata kehidupannya dari sebelumnya yang hanya diwarnai oleh kebodohan semata. Islam sendiri telah mengajarkan ummatnya untuk bisa memahami arti hidup yang sebenarnya, yaitu untuk beribadah kepadaNya, bukan untuk foya-foya atau menghabiskan harta benda. Karena pada hakekatnya, hidup di bumi ini hanyalah sementara, masih ada satu kehidupan lagi yang lebih kekal di sana. Dan tentunya, Islam juga telah menawarkan berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Semuanya telah tertulis di kitab suci al-Qur'an, tinggal bagaimana kita menggunakannya.

Permasalahan-permasalahan yang begitu kompleks akan selalu mengiringi kehidupan manusia. Dan semestinya manusia bisa mengambil hikmahnya, bukan malah lari darinya. Seharusnya manusia bisa menghadapinya dengan lapang dada, bukan malah berpaling darinya. Semuanya adalah realita dan ada banyak cara positif yang bisa digunakan untuk menghadapinya.

Mungkin dengan senyuman semua permasalahan akan menjadi mudah diselesaikan. Dengan senyuman semua menjadi mudah. Setidaknya untuk melepaskan semua beban pikiran yang selalu ada dan ia tidak akan pernah habis sejalan dengan waktu yang selalu berdetak maju.

Smile up! Then the world smiles for you.
Tersenyumlah! Maka dunia, akan tersenyum kepadamu.





Inget pesen guruku dulu...

Terima kasih guru
Kau memang idolaku
Pesanmu membuatku tegar
Bukan malah gemetar
*
190208

Selengkapnya...

Mengukur Integritas Diri di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan telah tiba, umat muslim di seluruh penjuru duniapun menyambut bulan suci ini dengan suka cita, bahkan tiap makhluk Allah Swt yang ada di alam semesta ini juga ikut berbahagia dengan kedatangannya. Berbagai cara; mulai dari persiapan mental dan spiritual hingga tajdid al-niyyât telah dicanangkan tiap individu seorang muslim, sebagai tolak ukur dan memperbaiki hubungan vertikal seorang hamba dengan sang pemilik alam semesta.


Satu ayat al-Qur’an yang populer di telinga kita menyebutkan “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS Al-Baqarah : 183). Di dalam ayat ini, kita akan menemukan beberapa poin penting yang berkaitan erat dengan bulan Ramadhan. Pertama, redaksi dari ayat di atas adalah perintah dari Allah swt bagi hamba-Nya yang beriman untuk berpuasa agar ia bertaqwa. Dengan kata lain, seseorang yang beriman belum cukup untuk dikatakan bertaqwa apabila ia belum berpuasa. Kedua, orientasi awal dari perintah ayat di atas adalah menuju ketaqwaan, bukan sekedar aplikasi berpuasa dan semata-mata menjalankan perintah. Ingat!Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja. Ketiga, satu dari sekian banyak alat dan jalan menuju ketaqwaan adalah puasa itu sendiri selain dari amalan dan ibadah lainnya.

Seorang hamba yang tahu kadar dan ukuran dirinya di hadapan sang Khâliq, pastinya ia tidak akan menyia-nyiakan waktu dan hari-harinya di bulan Ramadhan ini untuk selalu beribadah dan memohon maghfirah dari-Nya. Karena ia tahu bahwa di bulan suci ini pintu rahmat, maghfirah, dan ‘itqun min al-nâr akan dibuka selebar-lebarnya oleh Allah Swt. Keadaan sebaliknya akan terjadi pada orang yang ingkar dan tidak menghiraukan betapa mulianya bulan Ramadhan ini karena hatinya telah terkontaminasi oleh gemerlap indahnya dunia tanpa memikirkan nasibnya di akhirat kelak. Padahal, dunia hanyalah persinggahan sementara umat manusia.

Ramadhan yang disinyalir sebagai bulan suci dan penuh dengan rahmat ini ternyata mampu mendongkrak semangat seorang muslim untuk berbuat dan beribadah yang lebih baik daripada sebelumnya. Betapa tidak, Utsman bin Affan seorang sahabat Rasulullah SAW mampu mengkhatamkan al-Qur’an tiap hari dalam bulan ini. Sedangkan Imam Syafi’i mampu mengkhatamkannya 60 kali di tiap bulan Ramadhan. Ini adalah satu contoh yang diambil dari tilâwah al-Qur’an, dan masih banyak contoh lainnya yang bisa kita ambil sebagai suri tauladan dari para salaf al-shâleh untuk mengisi hari-hari dan waktu luang di bulan Ramadhan.

"Barangsiapa yang menghidupkan malam pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan suka cita, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari Muslim).
Hadits ini menjelaskan secara eksplisit tentang bobot imbalan dan pahala yang akan diterima seorang hamba muslim apabila ia menghidupkan dan selalu beribadah pada bulan Ramadhan. Namun, perlu digaris bawahi bahwa, segala bentuk ibadah seorang hamba muslim itu tidak akan diterima di sisi Allah Swt apabila orientasi awal hamba tersebut hanya untuk riyâ' dan berbangga diri dihadapan manusia saja. Sungguh naif apabila seorang muslim hanya berdiam diri saja tanpa melakukan pekerjaan untuk mengukur integritas diri dan ibadahnya pada bulan Ramadhan, tetapi juga, perlu adanya tazkiyah al-qolb untuk menghindari dari kesia-siaan ibadah tersebut sebagai bentuk implikasi dari kotornya hati. Dengan tegas Rasulullah SAW menyebutkan, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya masih ada rasa berbangga diri walau hanya sebesar biji jagung". (HR. Muslim). Namun di samping itu juga perlu dibarengi oleh niat yang ikhlas dan hanya semata-mata karena ingin menggapai ridha-Nya.

Bulan Ramadhan tidak hanya bulan yang penuh dengan rahmat dan maghfirah, namun juga ia mengajarkan kita untuk mengendalikan diri dari segala hawa nafsu yang akan menjerumuskan diri ke lembah nista. Nafsu selalu cenderung ke hal-hal negatif (al-nafsul ammârah bi-l-sû’) yang akan merugikan manusia. Jika kita mampu mengendalikan hawa nafsu dan memanfaatkannya dengan baik, maka nafsu tersebut akan membantu dalam membangun stimulus dalam diri kita untuk selalu menyelaraskan segala perbuatan yang akan kita kerjakan. Tetapi apabila kita terjerumus dan ikut hanyut bersama nafsu tersebut, maka hanya kerugianlah yang akan dirasakan dan jauh dari rahmat serta hidayah-Nya.

Puasa yang menjadi kewajiban seluruh umat muslim di dunia merupakan amanah dan ujian yang diberikan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, untuk selalu menjaga diri, menahan nafsu dan amarah, serta memelihara pandangan mata. Karena sejatinya puasa adalah ibadah yang sangat istimewa di sisi Allah Swt, sebagaimana tersebut di salah satu hadits qudsi yang mana Allah Swt menyebutkan bahwa “Tiap amalan anak cucu Adam adalah untuk dirinya, kecuali puasa, karena ia adalah milikku dan Akulah yang akan memberinya ganjaran pahala”. (HR. Bukhari Muslim). Apabila hamba tersebut sukses menjalankan amanah yang diberikan Allah Swt kepadanya, maka puasanya dapat dijadikan alat untuk mengukur integritas dirinya dihadapan sang khâliq. Khasiat dan manfaat puasa yang ia jalankan pastinya akan sangat berpengaruh yang sangat signifikan bagi peningkatan kualitas dan integritas dirinya sebagai seorang muslim yang kâffah. Dan juga akan memberikan rangsangan bagi dirinya untuk berbuat yang lebih baik supaya hari-harinya di bulan Ramadhan ini terasa lebih bermanfaat baginya.

Ibadah di bulan Ramadhan hendaknya memberikan stimulus bagi yang mengerjakannya untuk lebih giat dalam beribadah setelah bulan Ramadhan usai dan bisa dijadikan tolak ukur ketaqwaannya. Karena sesungguhnya apabila kita membiasakan diri untuk melakukan hal-hal yang kita kerjakan pada bulan Ramadhan, dengan kata lain, berati kita telah meminimalisir dosa-dosa dan memaksimalkan pahala dan ridha dari Sang Maha Kuasa. Konsisten dan istiqâmah memang sulit untuk dikerjakan dan diterapkan, tetapi bukan tidak mungkin hal itu bisa kita lakukan.

Namun di sisi yang lain, kualitas puasa yang manakah yang akan kita dapatkan untuk mengukur kualitas dan integritas diri kita sebagai seorang muslim? Apakah puasa orang-orang umum (shaumu al-‘umûm) yang hanya menahan rasa lapar dan dahaga saja dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari? Semuanya kembali ke diri kita masing-masing. Taqabbalallâh minnâ wa minkum, fi kulli ‘âmm wa antum bi khair. Wallâhu a’lam bis-shawâb. [nerazzura]





Kairo, 12 September 2007 M

Selengkapnya...

Fadhilah Shalawat

Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda “Orang yang pantas berada di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang memperbanyak shalawat atasku.” (HR. Tirmidzi)

Shalawat yang berasal dari kata al-Shalah, secara etimologi mempunyai arti yaitu do’a dan rahmat. Secara lebih khusus, shalawat mempunyai makna rahmat Allah Swt yang disertai pemuliaan-Nya atas Nabi Muhammad SAW. Namun, sebagian jumhur mentafsirkan bahwa shalawat berarti rahmat yang datang dari Allah Swt, dan pengampunan dosa dari malaikat, serta tunduk dan do’a dari selain keduanya seperti manusia, hewan, hingga benda mati.

Hadist yang tesebut di atas, mengingatkan kita akan urgensi dan keutamaan shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita tunduk dan memuliakan junjungan nabi kita Muhammad SAW atas apa yang telah beliau lakukan untuk umatnya semasa hidup. Shalawat atas beliau adalah satu dari sekian banyak wasilah atau cara untuk memuliakan beliau. Jangankan kita manusia yang notabene adalah umat beliau, Allah Swt dan malaikat-Nya pun juga beshalawat kepada beliau. Allah Swt befirman dalam al-Qur’an yang bunyinya “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas nabi. Hai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu atas nabi dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS al – Ahzab : 56)

Allah Swt dengan segala kekuasaan-Nya telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan risalah-Nya, dan menjadikannya rahmatan lil ‘alamien, serta pembawa berita gembira bagi orang-orang mu’min, dan pemberi syafa’at bagi umat pilihannya. Maka, sudah menjadi kewajiban seorang muslim dan seluruh umat Nabi Muhammad SAW untuk bershalawat atasnya sebagai bentuk rasa tunduk dan penghormatan kepada beliau.

Orang yang selalu bershalawat atas Nabi Muhammad SAW akan merasakan fadhilah dan keutamaan dari shalawat tersebut. Ada beberapa hadist yang menjelaskan fadhilah dan keutamaan dari shalawat, satu diantaranya berbunyi “Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali." (HR. Muslim, Ahmad dan perawi hadits yang tiga). Dalam hadist lainnya, Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa'atku." (HR. Thabarani)

Namun, barangsiapa yang melalaikan dan enggan untuk bershalawat atas Nabi Muhammad SAW, maka ia juga akan merasakan akibat dan dampak dari kelalaiannya itu. Rasulullah SAW bersabda “Termasuk orang yang bakhil adalah orang yang apabila namaku disebut ia tidak bershalawat atasku.” (HR. Tirmidzi)

Inilah sebagian fadhilah bagi orang-orang yang sering bershalawat atas Nabi Muhammad SAW dan celaan bagi yang melalaikannya. Wallahu a’lam bish shawab[nerameazza]

Selengkapnya...

Bersabar

Dari Dailamy r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Sabar itu ada 3 macam, sabar karena kepatuhan, sabar karena ditimpa musibah, dan sabar karena maksiat. Maka, barangsiapa yang bersabar karena maksiat dan menolaknya dengan segala kesabarannya, maka Allah akan menulis baginya tiga ratus derajat, dan barangsiapa yang bersabar karena kepatuhan, maka Allah akan menulis baginya enam ratus derajat, dan barangsiapa yang bersabar karena ditimpa musibah, maka Allah akan menulis baginya sembilan ratus derajat”.

Ada satu pelajaran yang penting yang bisa kita ambil dari hadist di atas, yaitu betapa besarnya keutamaan bersabar atas musibah. Banyaknya musibah yang datang silih berganti dari awal tahun ini hingga sekarang, hanyalah sebagian kecil kekuasaan Allah yang Ia tunjukkan bagi hamba-hambaNya. Tetapi, apabila kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran di balik musibah tersebut, dan bersabar di dalam mengahadapinya, maka Allah akan menulis bagi kita sembilan ratus derajat (pahala) di akhirat kelak.

Sungguh, orang yang bersabar di dalam menghadapi musibah itu sangat mulia di hadapan Allah. Bahkan Rasulullah SAW kembali bersabda ketika berbicara tentang sifat seorang Mu’min, “…dan apabila ia (seorang mu’min) ditimpa bencana ia akan bersabar, karena sesungguhnya bencana itu baik baginya.” (HR. Muslim)

Renteten musibah yang datang silih berganti bagi umat Muslim di negara ini, kelaknya dapat di ambil pelajaran oleh tiap individu umat Muslim itu sendiri. Karena musibah-musibah tersebut tidak akan datang kecuali jika manusia tidak membuat kerusakan di atas bumi ini. Allah berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan perbuatan tangan manusia…” (QS Ar Rum : 41)

Namun, Allah tidak hanya sekedar memberikan musibah saja untuk hamba-hambaNya, tetapi di balik itu semua Ia ingin menguji kita dengan musibah-musibah tersebut. Rasulullah SAW kembali bersabda di dalam haditsnya, “Barangsiapa yang diinginkan kebaikan bagi Allah, maka Ia akan mengujinya dengan berbagai musibah.” (HR. Bukhori). Karena hanya dengan musibahlah manusia akan kembali kepada Allah untuk memohon pertolongan. Allah berfirman, “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.” (QS Al Baqarah : 45) wallahu a’lam bis shawab.[nerameazza]

Selengkapnya...

Jejak Kata


Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

INDONESIA BLOG DIRECTORY