Tiap kali ujian di al-Azhar usai, para mahasiswa sibuk mencari kegiatan dan aktifitas untuk mengisi waktu kosong mereka, tak terkecuali Masisir. Berbagai macam kegiatan akan kita temui, mulai dari yang bersifat self development (pengembangan potensi diri) hingga yang hanya bersifat refreshing. Maklum, otak mahasiswa memang panas karena hampir sebulan penuh dipakai untuk berpikir keras. Oleh karenanya, ia sangat membutuhkan 'suplemen' untuk mengembalikan kondisi pada posisi normal.
Rekreasi menjadi pilihan utama sebagian mahasiswa Indonesia di Mesir dan tentunya banyak obyek wisata yang akan disinggahi mereka. Di Mesir sendiri banyak sekali obyek wisata yang tidak hanya sarat akan nilai sejarah, tetapi juga menggambarkan sisi kehidupan rakyat Mesir dahulu kala. Dan pastinya jika kita mengunjungi tempat-tempat tersebut, maka kita akan berdecak kagum karena keindahan panoramanya. Diantaranya, sebut saja piramida, patung sphinx, puncak bukit thursina, pantai sharm syeikh, Hurghada, 'uyun Musa dan Alexandria. Dan tentunya, tiap obyek wisata tadi memiliki nilai sejarah tersendiri yang tak ternilai harganya. Kali ini, penulis akan mengajak pembaca untuk jauh menelusuri satu dari sekian banyak obyek wisata yang ada di Mesir ini yaitu Alexandria. Dimana nantinya, kita akan mengetahui bahwasannya Alexandria juga memiliki nilai sejarah yang tinggi disamping ia juga memiliki keindahan panorama.
Alexandria atau dalam bahasa Arab Iskandariyah merupakan pelabuhan utama di Mesir dan ia juga merupakan kota terbesar kedua di negara tersebut, sekaligus ibu kota pemerintahan Iskandariyah yang terletak di pantai laut tengah. Kota ini berada di sebelah barat laut kota Kairo dan dihuni oleh sekitar 3.341.000 jiwa.
Pada awal sejarah, ketika menapakkan kakinya di daratan Pharos –sebuah perkampungan kecil nelayan kala itu- Alexander the Great (seorang penjelajah dunia) berdecak kagum karena keindahan alam dan panorama di sana. Iapun berniat untuk membangun sebuah kota impian –yang sudah ia pendam sejak lama- di kota Iskandariyah tersebut. Mimpi itupun menjadi nyata, ketika seorang ahli tata kota asal Yunani, Denokrates, menggarap rancangan kota itu. Dibangunlah penahan gelombang serta mercusuar setinggi 125 meter, konon mercusuar ini pernah terdaftar sebagai salah satu keajaiban dunia. Tetapi, ia runtuh pada masa selanjutnya dan sebagai gantinya dibangunlah sebuah benteng yang disebut Qait Bay Citadel. Segera setelah kota itu dibangun, populasi penduduk di sana meledak hingga mencapai 300.000-an jiwa selain budak dan para pendatang. Saat itu, sebagian besar penduduk terdiri dari bangsa Yunani, Yahudi, dan pribumi.
Didukung oleh letak Alexandria yang sangat strategis, ia menjadi pusat perdagangan antara Barat dan Timur. Armada laut pengangkut biji-bijian berlayar dari dan keluar Alexandria. Dan pelabuhan barat merupakan pusat perdagangan utama di sana sekaligus menjadi gudang untuk kapas, biji-bijian, gula, dan kain wol. Di sana pula pajak diwajibkan bagi kapal yang keluar masuk Mesir. Kegiatan ekspor impor Mesir, sebagian besar bahkan lebih dari 80 persen melewati pelabuhan tersebut. Sehingga, Alexandria saat itu dicatat oleh Atlas of Greek World sebagai pusat perdagangan, ilmu, dan budaya dunia di zaman kuno. Dan pada masa puncak kejayaannya, Alexandria kala itu berpenduduk sekitar 600.000 jiwa. Selain memiliki nilai sejarah yang tak ternilai, Alexandria juga memiliki pesona keindahan panorama yang juga tak kalah menariknya. Berbagai macam obyek wisata dapat kita jumpai di sana. Sebut saja beberapa diantaranya, benteng Qait Bay, taman Muntazah, perpustakaan Alexandria dll.
Benteng Qait Bay (Qait Bay Citadel) adalah sebuah benteng kecil yang menjorok ke arah laut. Ia terletak di sebelah utara perpustakaan Alexandria. Benteng yang dibangun oleh al-Ashraf Saif al-Din Qait Bay pada tahun 1479 M ini merupakan sebuah bangunan yang didirikan di atas reruntuhan mercusuar Pharos. Saat itu, mercusuar ini mempunyai tinggi 125 meter serta 300 kamar bawah tanah yang diperuntukkan bagi para pekerja. Namun sekarang, yang tersisa dari mercusuar ini hanya bisa kita lihat di bagian pondasi benteng Qait Bay.
Keindahan kota Alexandria juga bisa kita temui di taman Muntazah (Montazah Garden). Taman ini merupakan sebuah area seluas 115 yard yang dikelilingi oleh tembok besar yang memanjang dari selatan, timur dan barat serta pantai utara. Area ini dibangun oleh Raja Abbas II dari tahun 1892. Di dalam area kompleks ini ada sebuah istana besar yang dibangunnya, namanya Salamlek. Juga ada satu buah istana lainnya di dalam kompleks ini, namanya Haramlek. Istana tersebut dibangun oleh Raja Fuad pada tahun 1932. Area seluas 113 yard ini tidak hanya berisi istana-istana saja, namun juga terdapat taman luas yang bisa kita nikmati kala kita melancong ke Alexandria.
Selain dua tempat wisata tadi, kita juga bisa berkunjung ke perpustakaan Alexandria. Di samping mencari bahan-bahan bacaan yang kita perlukan, kita juga bisa menikmati aroma sejarah yang dikandung oleh perpustakaan ini. Hanya dengan 2 pound Mesir saja kita bisa menikmati seluruh isi yang ada di dalam perpustakaan ini. Perpustakaan Alexandria yang diberi nama Bibliotheca Alexandria ini mulai dibuka untuk umum pada bulan Oktober 2002 yang lalu. Awalnya, perpustakaan ini didirikan di masa pemerintahan Ptolemeus II pada awal abad ketiga sebelum masehi. Menurut sejarah, saat itu perpustakaan ini memiliki tujuh ratus ribu gulungan papyrus. Karena, para penguasa Mesir saat itu begitu semangat untuk menambah koleksi mereka. Kini, perpustakaan ini memiliki kurang lebih empat ratus ribu buku, serta ditambah dengan sistem komputer modern yang memungkinkan pengunjung mengakses koleksi perpustakaan lain. Namun, untuk bisa menggunakan fasilitas komputer ini, kita harus rela mengeluarkan beberapa pound lagi.
Masih banyak yang ditawarkan Alexandria untuk dikunjungi para wisatawan dan pelancong. Jika kita ke arah selatan dari perpustakaan Alexandria kurang lebih satu jam setengah perjalanan, kita akan menemukan sebuah makam dan masjid Nabi Daniel. Tak ketinggalan ada pula sebuah masjid indah yang bernama masjid Abu al-Abbas al-Mursi. Masjid yang memiliki menara yang menjulang tinggi dan empat kubah ini merupakan sebuah karya masterpiece Islam yang terkenal. Konon, empat kubah tersebut disinyalir sebagai yang terbesar di Alexandria.
Biaya perjalanan 50 hingga 60 pound Mesir terasa tidak berarti apa-apa bila kita kita mengunjungi Alexandria. Karena kota ini telah menyuguhkan banyak keindahan panorama bagi pengunjungnya. Belum lagi ditambah indahnya deburan ombak di pinggiran pantainya, hamparan biru langitnya, kebersihan dan keteraturan setiap sudut kotanya. Ufh, rasanya rugi jika kita belum sempat mengunjunginya. Wallahu A'lam. [nerazzura]
Rekreasi menjadi pilihan utama sebagian mahasiswa Indonesia di Mesir dan tentunya banyak obyek wisata yang akan disinggahi mereka. Di Mesir sendiri banyak sekali obyek wisata yang tidak hanya sarat akan nilai sejarah, tetapi juga menggambarkan sisi kehidupan rakyat Mesir dahulu kala. Dan pastinya jika kita mengunjungi tempat-tempat tersebut, maka kita akan berdecak kagum karena keindahan panoramanya. Diantaranya, sebut saja piramida, patung sphinx, puncak bukit thursina, pantai sharm syeikh, Hurghada, 'uyun Musa dan Alexandria. Dan tentunya, tiap obyek wisata tadi memiliki nilai sejarah tersendiri yang tak ternilai harganya. Kali ini, penulis akan mengajak pembaca untuk jauh menelusuri satu dari sekian banyak obyek wisata yang ada di Mesir ini yaitu Alexandria. Dimana nantinya, kita akan mengetahui bahwasannya Alexandria juga memiliki nilai sejarah yang tinggi disamping ia juga memiliki keindahan panorama.
Alexandria atau dalam bahasa Arab Iskandariyah merupakan pelabuhan utama di Mesir dan ia juga merupakan kota terbesar kedua di negara tersebut, sekaligus ibu kota pemerintahan Iskandariyah yang terletak di pantai laut tengah. Kota ini berada di sebelah barat laut kota Kairo dan dihuni oleh sekitar 3.341.000 jiwa.
Pada awal sejarah, ketika menapakkan kakinya di daratan Pharos –sebuah perkampungan kecil nelayan kala itu- Alexander the Great (seorang penjelajah dunia) berdecak kagum karena keindahan alam dan panorama di sana. Iapun berniat untuk membangun sebuah kota impian –yang sudah ia pendam sejak lama- di kota Iskandariyah tersebut. Mimpi itupun menjadi nyata, ketika seorang ahli tata kota asal Yunani, Denokrates, menggarap rancangan kota itu. Dibangunlah penahan gelombang serta mercusuar setinggi 125 meter, konon mercusuar ini pernah terdaftar sebagai salah satu keajaiban dunia. Tetapi, ia runtuh pada masa selanjutnya dan sebagai gantinya dibangunlah sebuah benteng yang disebut Qait Bay Citadel. Segera setelah kota itu dibangun, populasi penduduk di sana meledak hingga mencapai 300.000-an jiwa selain budak dan para pendatang. Saat itu, sebagian besar penduduk terdiri dari bangsa Yunani, Yahudi, dan pribumi.
Didukung oleh letak Alexandria yang sangat strategis, ia menjadi pusat perdagangan antara Barat dan Timur. Armada laut pengangkut biji-bijian berlayar dari dan keluar Alexandria. Dan pelabuhan barat merupakan pusat perdagangan utama di sana sekaligus menjadi gudang untuk kapas, biji-bijian, gula, dan kain wol. Di sana pula pajak diwajibkan bagi kapal yang keluar masuk Mesir. Kegiatan ekspor impor Mesir, sebagian besar bahkan lebih dari 80 persen melewati pelabuhan tersebut. Sehingga, Alexandria saat itu dicatat oleh Atlas of Greek World sebagai pusat perdagangan, ilmu, dan budaya dunia di zaman kuno. Dan pada masa puncak kejayaannya, Alexandria kala itu berpenduduk sekitar 600.000 jiwa. Selain memiliki nilai sejarah yang tak ternilai, Alexandria juga memiliki pesona keindahan panorama yang juga tak kalah menariknya. Berbagai macam obyek wisata dapat kita jumpai di sana. Sebut saja beberapa diantaranya, benteng Qait Bay, taman Muntazah, perpustakaan Alexandria dll.
Benteng Qait Bay (Qait Bay Citadel) adalah sebuah benteng kecil yang menjorok ke arah laut. Ia terletak di sebelah utara perpustakaan Alexandria. Benteng yang dibangun oleh al-Ashraf Saif al-Din Qait Bay pada tahun 1479 M ini merupakan sebuah bangunan yang didirikan di atas reruntuhan mercusuar Pharos. Saat itu, mercusuar ini mempunyai tinggi 125 meter serta 300 kamar bawah tanah yang diperuntukkan bagi para pekerja. Namun sekarang, yang tersisa dari mercusuar ini hanya bisa kita lihat di bagian pondasi benteng Qait Bay.
Keindahan kota Alexandria juga bisa kita temui di taman Muntazah (Montazah Garden). Taman ini merupakan sebuah area seluas 115 yard yang dikelilingi oleh tembok besar yang memanjang dari selatan, timur dan barat serta pantai utara. Area ini dibangun oleh Raja Abbas II dari tahun 1892. Di dalam area kompleks ini ada sebuah istana besar yang dibangunnya, namanya Salamlek. Juga ada satu buah istana lainnya di dalam kompleks ini, namanya Haramlek. Istana tersebut dibangun oleh Raja Fuad pada tahun 1932. Area seluas 113 yard ini tidak hanya berisi istana-istana saja, namun juga terdapat taman luas yang bisa kita nikmati kala kita melancong ke Alexandria.
Selain dua tempat wisata tadi, kita juga bisa berkunjung ke perpustakaan Alexandria. Di samping mencari bahan-bahan bacaan yang kita perlukan, kita juga bisa menikmati aroma sejarah yang dikandung oleh perpustakaan ini. Hanya dengan 2 pound Mesir saja kita bisa menikmati seluruh isi yang ada di dalam perpustakaan ini. Perpustakaan Alexandria yang diberi nama Bibliotheca Alexandria ini mulai dibuka untuk umum pada bulan Oktober 2002 yang lalu. Awalnya, perpustakaan ini didirikan di masa pemerintahan Ptolemeus II pada awal abad ketiga sebelum masehi. Menurut sejarah, saat itu perpustakaan ini memiliki tujuh ratus ribu gulungan papyrus. Karena, para penguasa Mesir saat itu begitu semangat untuk menambah koleksi mereka. Kini, perpustakaan ini memiliki kurang lebih empat ratus ribu buku, serta ditambah dengan sistem komputer modern yang memungkinkan pengunjung mengakses koleksi perpustakaan lain. Namun, untuk bisa menggunakan fasilitas komputer ini, kita harus rela mengeluarkan beberapa pound lagi.
Masih banyak yang ditawarkan Alexandria untuk dikunjungi para wisatawan dan pelancong. Jika kita ke arah selatan dari perpustakaan Alexandria kurang lebih satu jam setengah perjalanan, kita akan menemukan sebuah makam dan masjid Nabi Daniel. Tak ketinggalan ada pula sebuah masjid indah yang bernama masjid Abu al-Abbas al-Mursi. Masjid yang memiliki menara yang menjulang tinggi dan empat kubah ini merupakan sebuah karya masterpiece Islam yang terkenal. Konon, empat kubah tersebut disinyalir sebagai yang terbesar di Alexandria.
Biaya perjalanan 50 hingga 60 pound Mesir terasa tidak berarti apa-apa bila kita kita mengunjungi Alexandria. Karena kota ini telah menyuguhkan banyak keindahan panorama bagi pengunjungnya. Belum lagi ditambah indahnya deburan ombak di pinggiran pantainya, hamparan biru langitnya, kebersihan dan keteraturan setiap sudut kotanya. Ufh, rasanya rugi jika kita belum sempat mengunjunginya. Wallahu A'lam. [nerazzura]
0 comments:
Post a Comment